Punya pertanyaan, kritik dan saran seputar Abang None Jakarta Pusat? Hubungi kami di info@abnonjakpus.org

Monday, November 12, 2012

A History Revealed in Jakarta


Masa karantina Abang-None Jakarta Pusat 2012 meninggalkan bekas yang mendalam. Dalam suatu kesempatan, ke-30 finalis dibagi menjadi lima grup yang terdiri dari 3 pasang Abang-None mengikuti kompetisi The Amazing Race.

Salah satu destinasi dari The Amazing Race tersebut adalah Museum Taman Prasasti yang terletak tepat di samping kantor walikota Jakarta Pusat, tempat dimana karantina diadakan. Pilu begitu menginjakkan kaki ke dalam museum. Kondisinya yang tak terawat dan sepinya pengunjung membuat museum terlihat menyedihkan.

Lalu saya kembali mengunjungi Museum Taman Prasasti beberapa bulan setelah proses karantina hanya untuk mengetahui bilamana museum tersebut semakin hancur. Namun ini hanya untuk sementara karena pihak museum sedang melakukan renovasi agar museum dapat lebih baik di kemudian hari.

Berikut adalah tulisan saya yang terbit di harian The Jakarta Globe, Senin, 12 November 2012. Klik disini untuk membaca tulisan ini di thejakartaglobe.com


Soe Hok Gie’s tombstone is smashed. A praying angel statuette that stood erect on his stone is no longer there. The inscription that read “Nobody knows the trouble I see, nobody knows my sorrow” is faded and almost unreadable.

Gie was a Chinese-Indonesian activist who died in 1969 after inhaling poisonous fumes while hiking up Mount Semeru in East Java.

His tombstone is one of at least two dozen historical artifacts ruined in Museum Taman Prasasti (Museum of Memorial Stone Park), once an old Dutch cemetery located in the bustling Tanah Abang area in Central Jakarta. Some of the graves date back to the colonial era.

Rough weather conditions in January, where heavy rain led to flooding and trees falling down, left several pieces from the collection damaged or destroyed.


“We are now in the process of renovating the museum. The renovation started before the fasting month [July] and will be finished in December,” said Hendra Handoyo, head of the management division of the Jakarta History Museum, which also manages Museum Taman Prasasti.

While the museum remained open during the renovation, the Rp 4 billion ($416,000) project is expected to create an arrangement of old and new memorials, a redesigned park and a drainage system to prevent flooding.

“The restoration is in partnership with Jakarta’s conservation agency,” said Hendra, who added that the damaged tombstones would be replicated from quality marble and crafted like their originals.

The museum is all but deserted these days, leaving the ticket vendor with a sense of boredom.

“I think you’re the first person to come here today,” Ridwan, the museum caretaker, told one visitor last week. It was 12:30 p.m.

The museum is open from 9 a.m. to 3 p.m., Tuesday through Sunday.


Although neglected, Museum Taman Prasasti offers an insight into the history of those names inscribed on the tombstones.

“In this park, events of a long time ago are described by inspirations on the memorial stones of past generations,” states a stone at the museum, followed by the July 9, 1977, signature of former Jakarta Governor Ali Sadikin.

Ali transformed the cemetery into an open-air museum in 1975, in a bid to boost tourism to the area.

The museum tells stories about Batavia (now Jakarta) and provides visitors a glimpse of its population, which was mainly divided by the Dutch, Arab, Chinese and indigenous people. The tombstones show a variety of architectural styles covering classicism, gothic and Javanese Hindu.

Established in 1797, the site was a cemetery known as “Kebon Jahe Kober,” which was designated as the final resting place of Dutch nobles and high-ranking officials of the Dutch East India Company (VOC). It was built for the high mortality rates in Batavia early in the 19th century.

The cemetery was managed by the city’s burials agency until 1975, before the five-hectare cemetery, with about 4,200 tombstones, was closed to make way for the construction of the Central Jakarta mayor’s office. The area now measures 1.3 hectares with about 1,300 tombstones.

“All the corpses were moved to other cemeteries, such as Menteng Pulo public cemetery. Others were taken by their families,” Ridwan said.


A tombstone of HF Roll, the founder of Stovia, a school of medicine now known as the University of Indonesia, is easily spotted with its open-book gravestone. Another notable tombstone is of Olivia Marianne Raffles, the first wife of Governor General Thomas Stamford Raffles, the founding father of Singapore.

Although many of the tombstones have aged, there is one that still stands proud and tall, complete with a skull and a spear on its head. This one belongs to Pieter Erberveld, a German who was opposed to the Dutch colony. He rioted and was later captured and sentenced to death for treason.

“One of the reasons we are undergoing renovation is to dissipate the spooky ambiance and create a more museum-friendly environment,” Hendra said. “When the renovation is finished, we aim to involve schoolchildren by holding a festival on the site, with photography and painting competitions. As for high school students, we will let them perform music in the museum.”

An audio-visual room will be added, to engage more visitors including school children — one of the museum’s primary targets.

“If we successfully engage them to come, then we will shift the focus to general tourists, preferably local ones over international tourists,” Hendra said.


While some youth have vandalized the museum, the Jakarta administration plans to install security cameras to prevent such acts from continuing. “It’s hard to control them [perpetrators] who commit vandalism, considering there are only nine staff at the museum,” Hendra said.

Only Rp 100 million ($10,400) from the city budget is allocated to the museums, with about 60 percent of that budget going to the Jakarta History Museum and 40 percent for Museum Taman Prasasti.

“That amount of money is not enough for maintenance, which is done once a year. A lot of our visitors still don’t realize the importance of, among other things, cleanliness,” Hendra said.

Even with a huge sum of money being used to renovate the museum, the historical site is often empty.

While Museum Taman Prasasti has recently been used as a place to shoot music-video clips and as a set for photo shoots, this shouldn’t be the only purpose of the site. Instead, the museum should be regarded as a valuable cultural resource for the nation.

Museum Taman Prasasti is located at Jalan Tanah Abang No. 1, Central Jakarta.


Teks dan foto oleh: Abang Abdul Qowi Bastian

Sunday, October 21, 2012

None Putri Menanti Jakarta Baru


Setelah melalui masa kampanye yang cukup panjang, akhirnya ibukota tercinta kini memiliki sepasang pemimpin baru. Gubernur Joko "Jokowi" Widodo dan wakil gubernur Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama telah resmi dilantik medio Oktober lalu. 

Gubernur baru, harapan baru bagi Jakarta kita. Yuk, mari ngobrol-ngobrol dengan None Putri Meidya Sari tentang Jakarta Baru. 



Non, Jakarta kan sebuah kota yang kompleks. Banyak kerumitan yang dihadapi kota ini. Menurut Non Putri, apa sih masalah utama DKI Jakarta?

None Putri: Kita semua tahu, masalah kota besar seperti Jakarta adalah kemacetan. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi kota Jakarta yang sangat pesat. Selain pusat pemerintahan, Jakarta juga menjadi pusat perniagaan. Hal itu menjadi ‘gula-gula’ bagi warga sekitar Jakarta untuk bekerja di ibu kota. Banyak pekerja dari luar daerah Jakarta yang bekerja dengan membawa kendaraan pribadi. Sedikit banyak, ini juga alasan kenapa Jakarta macet.

Apa Non Putri yakin gubernur dan wakil gubernur terpilih mampu mengatasi masalah tersebut?

None Putri: Kami Abang dan None Jakarta optimis bahwa gubernur dan wakil gubernur terpilih mampu mengatasi permasalahan yang ada di Jakarta. Ingat, permasalahan Jakarta adalah permasalahan kita semua,. Bukan hanya tanggung jawab pemimpinnya saja untuk mengatasi masalah yang ada di Jakarta. Tapi, Jakarta juga butuh perhatian warga dalam membangun ibu kota kita tercinta menjadi lebih nyaman bagi semua warganya. Pihak-pihak lain seperti swasta ataupun bahkan masyarakat itu sendiri, tentu juga memiliki andil yang besar. Tidak hanya itu saja, daerah sekitar yang juga mendapatkan banyak manfaat dan keuntungan dari Jakarta, tentu juga memiliki porsi tanggung jawab dalam menjaga dan mengatasi permasalahan yang ada di Jakarta.




Abang None kan juga merupakan duta pariwisata dan budaya kota Jakarta. Langkah apa yg harus gubernur dan wakil gubernur terpilih terapkan untuk mengembangkan budaya dan pariwisata Jakarta?

None Putri: Idealnya, gubernur dan wakil gubernur harus menjadi bagian dari budaya Betawi itu sendiri terlebih dahulu. Lalu, kita sebagai warga Jakarta juga ikut melestarikan budaya kita. Makanan khas Betawi yang enak-enak, orangnya yang walaupun nyablak tapi bersahabat, harus tetap jadi kebanggan gubernur dan wakilnya. Soal pariwisata, gubernur dan wakil gubernur punya porsi tersendiri untuk mempromosikan kota Jakarta sebagai kota yang nyaman untuk dikunjungi. Kite sebagai warga Jakarta kudu bantu pemimpin kite, biar banyak nyang dateng ke Jakarta gitu. 


Menurut Non Putri tadi kan "idealnya gubernur dan wakil gubernur harus menjadi bagian dari budaya Betawi." Namun, pentingkah seorang pemimpin kota Jakarta berasal dari daerah yg sama? 

None Putri: Tidak begitu penting dari mana seorang gubernur Jakarta berasal. Hanya saja, seorang gubernur harus bisa menempatkan diri bahwa kebudayaan betawi sebagai ciri khas kota Jakarta harus terus dipertahankan, perkembangan kebudayaannya harus tetap diperhatikan. Terlebih, Jakarta harus lebih baik lagi seperti yang dijanjikan. Dan kita, sebagai warga Jakarta, harus turut serta dalam proses besarnya kota Jakarta tercinta.



Apa harapan Non Putri untuk kepemimpinan gubernur dan wakil gubernur terpilih selama lima tahun ke depan?

None Putri: Sama seperti warga Jakarta yang lain, kami menginkan ada keteraturan jalan dan kesetaraan kesejahteraan antar warga Jakarta. Pendidikan dan kesehatan juga menjadi pilar penting yang harus terus ditingkatkan kualitasnya. Dan doa warga Jakarta tiap tahun adalah Jakarta bebas dari banjir. Ketersediaan lapangan kerja baiknya lebih ditingkatkan. Dan banyaknya pusat-pusat kebudayaan betawi juga menjadi poin yang penting untuk diselesaikan.        

Meski telah memiliki pemimpin baru, tentunya sebagai warga Jakarta kita nggak bisa melupakan jasa gubernur dan wakil gubernur sebelumnya, dong. Warisan apa yang telah ditinggalkan oleh Bang Fauzi "Foke" Bowo dan Bang Prijanto yang melekat bagi warga Jakarta?

Non Putri: Banyak sekali warisan yang telah ditinggalkan. Di antaranya penambahan koridor busway, banjir kanal timur dan pembangunan MRT. Belum lagi program cuci darah gratis, peningkatan kualitas layanan kesehatan, dalam hal ini puskesmas di Jakarta banyak yang sudah bagus, dan masih banyak lagi yang bermanfaat bagi masyarakat.

Bagaimana kalian sebagai Abang dan None secara khusus dan warga jakarta pada umumnya dapat melestarikan apa yang telah ditinggalkan oleh Bang Foke dan Bang Prijanto?

None Putri: Abang dan None adalah bagian dari masyarakat Jakarta yang memiliki kewajiban sama, yaitu melestarikan budaya betawi, mempromosikan kebudayaan betawi, serta turut mendukung pembangunan Jakarta yang lebih baik yang kini dipimpim oleh Bang Jokowi dan Bang Ahok. 


Thursday, August 23, 2012

None Bulan Ini: Laura Harris Blessed to Be a Part of Abnon Jakpus



Earlier this year, I wrote on my personal blog that I'm looking forward to achieve something - be it academic or non-academic - this year. Last April is when my wish came true: I enrolled in an Abang None Jakarta Pusat competition. It's a competition in search of the city's tourism and cultural ambassadors. 

After going through a group discussion in the first stage of the competition, followed by two interviews with the seven judges, I finally made it into one of the 30 finalists!

Beginning May 2 until May 24, I've been on the Jakarta - Bogor route, back and forth for the quarantine phase. 

During the quarantine phase, we were rehearsing a traditional Betawi dance, known as 'nandak,' fashion show (I know, right? I can't even believe I'm walking on a runway!), and the Abang-None parade. While doing these things, we also attended tutorial sessions with the judges and the seniors. I've learned many new things about the history of Jakarta, the Betawi culture, public speaking, marketing oneself, good governance and many more. 

The highlights:

On our first weekend as finalists, we (by 'we,' I mean all Abang-None finalists from 5 Jakarta municipalities and one district) participated in a record-breaking (MURI) flashmob event at Hotel Indonesia traffic circle. It was so much fun to dance with hundreds of people in one spot.



Few days later, the 30 Abnon Jakpus finalists, divided into three groups, performed a play, or in Betawi slang 'lenong,' in a Salute and Gathering Night at Hard Rock Cafe Jakarta. My team won and guess what we got for the main prize? A watermelon!


We also did a social service in a nearby kindergarten to interact with less-fortunate kids. But the most exciting moment was The Amazing Race! As it turned out, I'm that terrible when it comes to running. Don't fret, my team came in the 2nd place and won the 'Most Favorite Team.'


As for the final night, it was a blast. We all got so restless because of the excitement that's been stacking up inside. It didn't matter that my shocking-pick dress was incompatible with my skin color, or the fact that I stuttered when answering the question during the Q&A session. I had a great time, though!


Winning the 3rd place was a shocker. I didn't expect to continue to the provincial level (Abnon DKI Jakarta) at all! 

All in all it's been a great time. I'm so blessed to have this opportunity to meet brilliant fellow contestants (the judges and seniors, too!) and to make new connections with people from diverse backgrounds.

Thank you everyone for the support, the prayers and the mentoring. You guys are the icing to my cupcakes! x

Sunday, August 12, 2012

Nandak Ramadan

Berbuka puasa dengan secercah senyuman bersama Abang None Jakarta Pusat dalam acara Glorify Indonesia di Senayan City, Rabu (8/8).







Photos: None Avi


Saturday, August 11, 2012

Refleksi Ramadan: Berbagi Kebahagiaan Bersama Lansia

Acapkali generasi muda Indonesia tak peduli terhadap lingkungan di sekitarnya. Namun, segenap muda-mudi yang tergabung dalam Abang None Jakarta Pusat ingin mementahkan anggapan tersebut.

Di bulan Ramadan yang penuh kebaikan ini, Ikatan Abang None Jakarta Pusat - alumni dan finalis - mengadakan kegiatan sosial berbuka puasa bersama warga lanjut usia. Bertajuk "Berbagi Kebahagiaan Bersama Lansia," acara ini merupakan wujud kepedulian antar sesama yang membutuhkan kasih sayang karena minimnya perhatian terhadap para lansia.

"Selama ini kegiatan buka puasa bersama yang diadakan anak-anak muda di Jakarta banyaknya bersama teman-teman di mall. Ada juga yang bersedekah di panti asuhan bersama anak-anak yatim piatu. Kami merasa warga lanjut usia yang seharusnya lebih diperhatikan secara mereka butuh kasih sayang dan kepedulian dari sesama," jelas Luciana Hasan, None Jakarta Pusat 2012, selaku ketua acara.

Bertempat di Yayasan Makna Bakti, Kemayoran, bakti sosial yang bertujuan untuk menumbuhkan rasa kepedulian sesama dan solidaritas ini dihadiri oleh sekitar 85 warga lanjut usia.

Dengan mengadakan acara buka puasa bersama, diharapkan para lansia akan merasa terhibur dan, pada intinya, mengecap kebahagiaan. Selain itu, kegiatan sosial ini juga mengadakan pelayanan kesehatan gratis dan sumbangan berupa makanan pembuka dan sembako. 

"Beberapa anggota Ikatan Abang None Jakarta Pusat memiliki profesi sebagai dokter. Ada baiknya ilmu dan kemampuan yang kami miliki disebarkan kepada yang membutuhkan. Di acara ini juga disediakan cek kesehatan dan obat gratis," tutur Lucy.

Hari/Tanggal: Minggu, 5 Agustus 2012
Tempat: Yayasan Makna Bakti, Jl. Dakota V, Kebon Kosong, Kemayoran, Jakarta Pusat.







Sumbangan berupa amplifier untuk para lansia yang kreatif dan memiliki jiwa seni


Belajar Salam Takzim ala Abang None 
Berbagi keceriaan dengan warga sekitar


Pembagian sembako menjelang akhir acara



Text: Bang Qowi
Photos: None Sissy


Wednesday, July 4, 2012

Finalis Abang None Jakarta 2012 menari "Nandak Ganjen," tarian dengan lincah dan genit sebagai ungkapan keceriaan dan kebebasan. (Antara Photo/Agus Apriyanto).

Malam final pemilihan Abang dan None DKI Jakarta 2012 telah selesai diselenggarakan Selasa malam (2/7) di Teater Besar, Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat. Abang Taufik dari Jakarta Utara dan None Affifa dari Jakarta Selatan berhasil meraih gelar Abang dan None DKI Jakarta 2012.


None Niken dari Jakarta Pusat dinobatkan sebagai Wakil I bersama Abang Rizka dari Jakarta Barat. Sedangkan Abang Jaka dari Jakarta Pusat disandingkan bersama None Inda dari Jakarta Selatan sebagai Harapan I DKI Jakarta.


 

Tidak kalah bangganya kami kepada Bang Iqbal, Bang Chandra, None Lucy dan None Laura yang telah memberikan performa terbaiknya selama kompetisi.


Berikut daftar lengkap para pemenang Abang None DKI Jakarta 2012:

Abang - None Jakarta: Muhammad Taufik (Jakarta Utara) dan None Affifa (Jakarta Selatan)
Wakil I Jakarta: Rizka Abrar (Jakarta Barat) dan Niken Ayu Lativani (Jakarta Pusat)
Wakil II Jakarta: Rendy Wicaksana (Jakarta Barat) dan Reska Amelia (Jakarta Timur)
Harapan I Jakarta: Jaka Pradipta (Jakarta Pusat) dan Inda Tasha (Jakarta Selatan)
Harapan II Jakarta: Julio Roland (Jakarta Utara) dan Valerie Krasnadewi (Jakarta Utara)
Harapan III Jakarta: Iskandar (Kepulauan Seribu) dan Dewi Melani  (Jakarta Timur)
Favorit Jakarta: Rezzi Nanda (Kepulauan Seribu) dan Andin Dwitasari (Jakarta Utara)


Friday, June 22, 2012

Dirgahayu Jakartaku

Dalam memperingati hari jadi kota Jakarta tercinta, Abang None Jakarta Pusat diundang untuk tampil di acara 8-11 show di Metro TV.

Kalau ketinggalan dan tidak sempat menyaksikan penampilannya, kamu bisa menonton rekaman videonya di website Metro TV dengan meng-klik link ini. Enjoy!




Photos: Bang Qowi, None Andra