Punya pertanyaan, kritik dan saran seputar Abang None Jakarta Pusat? Hubungi kami di info@abnonjakpus.org

Thursday, June 30, 2011

LIAT AJE!

Teaser Flashmob Abnonjakpus

Dalam rangka merayakan Ulang Tahun Jakarta yang ke-484 sekaligus mendukung Festival Jakarta Great Sale 2011. Ikatan Abang none Jakarta Pusat membuat suatu gagasan yang belum pernah dilakukan sebelumnya dalam melestarikan, memperkenalkan budaya Betawi dan mempromosikan Enjoy Jakarta, yaitu “FLASHMOB NANDAK ”.


FLASHMOB NANDAK adalah sebuah ide yang pertama kali dicetuskan oleh Abang Ferre pada malam final Abang None 2011 yang kemudian setelah didiskusikan ,maka ingin direalisasikan untuk menjadi sebuah terobosan baru dalam memperkenalkan budaya asli jakarta yaitu budaya Betawi pada masyarakat, bertepatan dengan Ulang tahun Jakarta.




 

Sekelompok Abang & None Jakarta Pusat berkumpul pada waktu yang ditentukan dan secara mendadak melakukan Flashmob dengan gerakan nandak dan musik latar kontemporer lenggang puspita di tengah2 pengunjung mall eX Plaza.

Flashmob dapat diartikan : sekelompok orang yang berkumpul pada waktu dan tempat yang ditentukan untuk melakukan suatu hal tertentu secara tiba-tiba,mendadak dan bersamaan / spontan.
Nandak atau disebut juga ngibing adalah budaya betawi dimana masyarakat berkumpul untuk melakukan tari2an bersama, baik itu dalam perayaan maupun acara tertentu.

Pergerakan ini turut di dukung oleh alumni Abang None Jakarta
Pusat dari berbagai angkatan, antara lain Tommy Tjokro (Abang Jakarta Pusat
2003), Andrie Djarot (Abang Jakarta 2005), dan Abang None Jakarta Pusat
2009- 2011.
Persiapan Flashmob di GBK

Gerakan ini merupakan inisiatif Ikatan Abang None Jakarta Pusat dalam
memberikan kontribusi perdana di tahun 2011 kepada kota Jakarta melalui
suatu movement kreatif yang bersifat memberikan awareness kepada publik
akan budaya Betawi. Untuk kedepannya pergerakan kreatif ini akan di maintain untuk menjadi program yang berkesinambungan yang lebih besar melalui
rencana kerja Abang None Jakarta Pusat sepanjang tahun 2011.
 




Teks : None Pudji Masniari & Abang Ferre Risky 
Foto : None Radesya Larasari
Video : Abang Ferre Risky & B Channel "Galeri"

Jakarnaval 2011



JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam rangkaian acara ulang tahun ke-484 Jakarta, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta kembali menggelar kegiatan Jakarnaval pada hari Minggu (26/6/2011). Tahun 2011 ini, Jakarnaval mengangkat tema Harmoni Ragam Jakarta.
"Tujuan dari acara ini tentu saja untuk meningkatkan kualitas even dan daya tarik pariwisata, serta meningkatkan kunjungan dan memperpanjang lama tinggal wisatawan di Jakarta," tutur Wakil Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, Tinia Budiati, di Jakarta, Jumat (24/6/2011).
Kegiatan yang sudah dilaksanakan untuk ke-12 kalinya itu, kembali menampilkan pawai atraksi budaya dan mobil hias. Sebanyak 2.650 orang telah terdaftar sebagai peserta pawai Jakarnaval 2011. Dengan rincian, 39 kelompok atraksi seni budaya, 23 peserta lomba mobil hias, dan 15 kelompok komunitas seperti pasukan berkuda, persatuan mobil antik, dan lain-lain.
L-R : Abang Ferre , None Rani & Vrina , Abang Harry
Rute yang akan ditempuh terbagi dua. Bagi peserta atraksi seni budaya dan komunitas akan bergerak dari halaman Gedung Balai Kota Pemprov DKI Jakarta, di Jalan Medan Merdeka Selatan-Jalan MH Thamrin-Bundaran HI-dan kembali ke Monas.
Bagi para peserta mobil hias, akan menempuh rute Gedung Balaikota Pemprov DKI Jakarta-Jalan MH Thamrin-Bundaran HI, dan berakhir di Monas.
"Prosesi parade akan dikemas sedemikian rupa dengan mempertimbangkan segala aspek. Namun kini peserta tidak boleh lagi berhenti seperti tahun lalu. Jadi harus terus jalan," ungkap Tinia.
Pada kegiatan kali ini, panitia akan menyediakan tiga hadiah dan piagam penghargaan bagi pemenang mobil hias, dan lima pemenang bagi penampilan terbaik bagi peserta atraksi. Ini berbeda dengan kegiatan tahun-tahun sebelumnya yang digelar tepat pada HUT DKI Jakarta. Kali ini sengaja digelar pada hari libur, untuk menghindari kepadatan lalu lintas.
Pihaknya menargetkan akan lebih banyak masyarakat yang menyaksikan atraksi budaya yang digelar pada 15.00-17.30 WIB tersebut. Untuk pengamanan dikerahkan sedikitnya 75 personel Satpol PP, 20 petugas dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta, dan lebih dari 75 personel kepolisian.
Setelah itu, akan dilanjutkan acara hiburan dari pukul 19.00-21.00 yang akan dimeriahkan aksi drummer cilik asuhan Gilang Ramadhan dan atraksi kembang api pada puncak kegiatan. 

None Rani & Vrina + Peserta Karnaval

Sumber : Kompas.com
Foto : Okezone, None Davrina

Festival Passer Baroe 2011



L-R : None Winda,Dina,Nila,Anggie,Cas,Naila,Amie

Pasar Baru memang sedang bersukacita. Wali Kota Jakarta Pusat Syaefullah meresmikan Festival Passer Baroe Jumat sore, 24 Juni 2011. "Ee... warga, parade datang lagi ye, seneng enggak?" teriak Syaefullah. Penonton menyambut dengan kor, "Seneeeng...."

Dimulai dengan parade budaya dan berakhir besok, pembukaan iringan parade berarak mengelilingi Pasar Baru. Parade dimulai dengan lenggokan mayoret dan iringan musik dari Sekolah Menengah Pertama 78 Jakarta Pusat. Di belakang grup marching band mengekor kelompok marawis dan Abang-None Jakarta Pusat 2011.
 
Tepuk tangan riuh mengiringi mereka. "Tiap tahun saya selalu ke sini, anak-anak suka lihat barongsai dan ondel-ondel," ujar Sophia, 29 tahun, warga Jalan Laut Sedalam, Senen, Jakarta Pusat.

Siti, 27 tahun, warga Pasar Baru yang datang bersama anak balitanya, juga mengaku sangat senang menyaksikan festival. "Kalau enggak datang ke sini, enggak bakalan tahu ada ulang tahun Jakarta," ujarnya.

Kepala Suku Dinas Pariwisata Jakarta Pusat Triyugo Prasetio mengatakan festival juga dimeriahkan dengan bazar kuliner dan panggung hiburan. Setiap malam selama tiga hari berturut-turut nantinya pengunjung akan mendapat sajian hiburan dari pelawak dan artis Betawi.









Diskon gila-gilaan hingga 70 persen di toko dan retail juga ditawarkan.
Pesta diskon ini, kata Triyugo, selain untuk menyemarakkan program Jakarta Great Sale, juga mengajak masyarakat datang dan berbelanja di Pasar Baru. "Jadi, jangan tahunya hanya mal, di Pasar Baru juga ada," katanya.

Festival Passer Baroe ini sudah kedelapan kalinya digelar. Festival diadakan agar warga Jakarta tetap datang ke pasar tua itu. "Jadi, selain berbelanja, agar warga menikmati budaya dan wisata Jakarta," kata Triyugo.

Festival Passer Baroe memang tidak hanya menawarkan parade dan bazar diskon. Sebelum festival resmi dibuka, masyarakat menyaksikan lomba perahu karet di Sungai Ciliwung di depan pasar. Lomba diikuti delapan kecamatan. Tiap kecamatan mengirimkan tim putra dan putri. Penonton memadati sisi kiri dan kanan Kali Ciliwung yang letaknya bersisian dengan Pasar Baru. "Ayo, kayuh, ayo, menang...," teriak penonton memberi semangat tim jagoan.

Dalam lomba itu, tim putra dari Kecamatan Johar Baru kembali mengukuhkan dominasinya seperti dua tahun sebelumnya. Di kelompok putri, tim Kecamatan Gambir yang menjadi jawara.

Kepala Suku Dinas Olahraga Jakarta Pusat Lubis Latief senang melihat antusiasme peserta dan penonton. "Walau hadiahnya tidak besar, peserta dan penonton sangat bersemangat. Benar-benar terasa semangat kebersamaannya."



L-R : Abang Rizky,Erick,Derry,Arga,Ferre,Harry




Sumber : TempoInteraktif
Foto : None Nila & Abang Ferre 

Wednesday, June 29, 2011

Festival Passer Baroe & Matamu



Pecinan Passer Baroe, 24 Juni 1820
Telah koe lihat parasmu
Menawan, memboeat koe haroe
Toehan mendengar doa
Akoe njaris melihat soerga
.
Festival Passer Baroe, 24 Juni 2011
Sorak sorai kerumunan dan Ondel-ondel di taman
Pada Toko Kompak 18A, Saksi bisu yang sama di tahun dua puluh itu
Aku melihatnya, penghapus durja
Dirimu.
.

Warna mencolok dari Abang None takkan menggoda retina
Dari balik punggung manusia, binarmu masih mencuri
Matamu dan segala rupa duniawi yang kudamba
Terbawa dalam memori.
.
Ucapmu kau kini takluk pada keriput
Jangan kau pikir sedikitpun aku takut
Ucapmu kau kini lemah dan terpayah
O, khalifah, matamu itu tak pernah tergoyah.
.
Karena satu-satunya lelaki masih dirimu, masih saja begitu.
.
Telah kulihat kegigihanmu
Kesetiaan, membuatku haru
Ah, Sungguh Tuhan tak pernah tak dengar doa
Aku pun siap menjemput surga.

Davrina Davron's Begini-Begitu

Oleh: Davrina Rianda Davron

Monday, June 27, 2011

Malam Final Abang None Jakarta Pusat 2011

Fashion Show Finalis Abang None Jakarta Pusat 2011 :



Nandak Finalis Abang None Jakarta Pusat 2011 :

Published with Blogger-droid v1.7.2

Parade Baju Abang-None Finalis Abang None Jakarta Pusat 2011 :

Abang Rizky's Story...

The long journey of Central Jakarta tourism ambassadors began on May 22 when the focus-group discussion started. There were 211 applicants, 94 males and 117 females. Despite the final exam started on the following day, I committed to focus on Abang None because I might retake particular subject if I failed, but I could only get this experience once during lifetime. I even asked my Politics lecturer to sit an early exam because I got presupposition that I would be busy till the end this competition. My presumption was right because I was shortlisted as semifinalist. From that day forth, I determined myself that I ought to give my best effort to impress the judges.

Semifinal round was the most thrilling phase because it is the most decisive process. After sit the test and cut my trousers at a small store in Barel, I rushed to the City Hall of Central Jakarta by taking express train and changed my casual outfit into formal attire at mom’s office. The seven interviewers were experts on their subjects. They’re Tommy Tjokro for tourism and foreign language proficiency, Soraya Haque for public speaking, Sulastri Gultom for governance and public knowledge, Lula Kamal for etiquette and personality, Hj. Annisa Diah Sitawati for history and Betawi culture, Badaruzaman for marketing, and Demayanti Nasution for psychology. Even though I was quite nervous, I managed my security-dilemma by kept being optimistic.

Fifteen pairs of Abang and None were announced on May 25 after a hundred interviewees had been waiting until midnight. I couldn’t describe my happiness with words after saw my photo displayed on the wall. Well, I’m not sure it’s on 25 or 26 since there was a technical meeting till 1 AM. The quarantine session began on the following day at the City Hall of Central Jakarta. All finalists were prepared for final interview by attending classes of governance and protocol, history and Betawi culture, tourism, marketing and public relations, plus public speaking. The judges panel remained unchanged up to the final night.










Stage performance is an inseparable part of a competition. Ngibing (formally nandak) or traditional Betawi hoedown is the most awaited act in the final night of Abang None. Almost everyday we drilled our choreography from 4 PM to 10 PM with Bang Isam Surentu and his assistant, Mbak Lintang. Guruh Soekarnoputra classic track which was originally recorded by Ahmad Albar, “Lenggang Puspita“, was chosen as the background song for nandak. Unlike other municipalities, distinguished feature of Abnon Jakpus’ nandak is the combination of traditional moves and contemporary song.

Salute and Gathering night at Hard Rock Café Jakarta on June 7 was the first moment when all finalists were introduced to public for the first time. Thirty finalists were divided into three groups and we performed lenong or traditional Betawi theatrical show on stage.


Not only preserving traditional culture of Jakarta, the finalist contributed in social activity at PAUD Cempaka, Galur, Johar Baru District. It was the first interaction between the finalists and the society. We came to educate kids in the densely-populated neighborhood about essential basic things like nutritious food, good lifestyle, and energy saving.


The morning after, all finalists grappled in The Amazing Race. The concept is exactly the same like the TV show aired by CBS. This is the specialty of Abnon Jakpus because the five other regions in Jakarta doesn’t have such program. Five teams were given budget only Rp 100,000 to reach several tourism destinations in Central Jakarta. Somewhat it reminds me of The Amazing Race TKHI because I was the member of green team. First pit stop was Statue of Hermes in Harmoni where we reached it on foot from the City Hall of Central Jakarta. Then we took bus to Gedung Kesenian Jakarta to solve logical and mathematical questions which led us to find a historical diorama at National Monument (Monas) and find clue for the next pit stop. Having rushed at crowded square and bypassed another team, we walked to Tugu Tani and took bus to the Monument of Proclamation. After completed the challenges, we took bajaj to Masjid Sunda Kelapa and had brunch at surrounding food trucks. All teams went to National Museum by taking TransJakarta in a car-free day. We were given tricky questions about historical artifacts which the answers could be found at the museum. Seriously, I felt like in the movie Night at the Museum. The last destination was Museum Taman Prasasti, a colonial-styled graveyard adjacent to the City Hall of Central Jakarta. Although my team didn’t finish first, I love it because all contestants could know further about tourism objects in Central Jakarta.


The pressure got stiffer as the final night came closer. Regular exercise got more exhausting and the participants were physically and mentally tested. Apart from moves for ngibing, we also practiced for fashion show, parade, Q&A session, and crowning ceremony. The seniors taught the finalists to primp in few minutes and how to give greetings, both salam takzim and salam sembah, in the right way. Unfortunately, the bustle during the last three weeks had made my physical condition dropped. My hypotension relapsed just few days prior to the final night. I felt like about to surrender, but immediately I realized that I wasn’t supposed to waste valuable opportunity like Abnon Jakpus.

The final night was held at The Hall Senayan City on June 17. I know you must be questioning why Senayan City was chosen as the venue for final night. Yep, sophisticated malls like Senayan City and Plaza Senayan are geographically located in Central Jakarta. Jl. Hang Tuah is the border of Central Jakarta and South Jakarta. So, the campus of Bina Nusantara International University and Universitas Prof. Dr. Moestopo are also located in Central Jakarta, but the opposite side is in South Jakarta. Kinda confusing, eh? But it’s not the main point of this post, so let’s go back to the topic. After going through selective process during approximately a month, the judges gave the eventual upshot of the pageant. Favorite winners went to the smiley Chalton Ciptadi and Anggie Dwi Putri Amariz. Future doctor and dentist, Ferdhisa Noviar and Dina Ariani, were entitled as Harapan II Abang & None. Wahyu Adiguna and Naila Izzati were entitled as Harapan I Abang & None. Wakil II Abang & None were awarded to Derry Novadatu Syaharutsa and Tania Larasati, meanwhile Wakil I Abang & None were awarded to the couple Erwin Ardian Noor and Nila Veronica. Ultimately, Abang Agatha Pradana and None Poetri Monalia bequeathed their thrones to Abang Haries Argareza and None Avisatya. Hopefully Central Jakarta could perpetuate the champion title in provincial level.


Despite I didn’t return in triumph, I have no disappointment because participating in Abang None Jakarta Pusat 2011 is a priceless experience. Aside from enhancing my comprehension about tourism in Jakarta, I feel so lucky to befriend and build network with great people from various background. As the youngest finalist of this year’s contest, Abnon Jakpus was a milestone to prove the world my capability behind my immaturity. I’m really proud to be a part of Abnon Jakpus because everybody knows its reputation. Yes, it is true that the spotlight is usually in the center.

Thank you for all friends of mine who have supported and prayed for me. Special thanks goes to my college mates, dearest HI UI 2010 and those who rocked my night and made me the spotlight at Hard Rock Café and The Hall Senayan City. Thanks to seniors who have shared their former experience in past competition and transferred their tips and tricks. Finally, I give my deepest gratitude to all incredible finalists of Abnon Jakpus 2011 for every single moment we’ve undergone together and definitely for making me feel like home. I feel so thankful.

Abnon Jakpus 2011, sukri (supel, kreatif, ceria)!



Written by Rizky Danurwindo
Edited by Ferre Risky
from:
Rizky Danurwindo's Journal